
Apa Itu Altitude Sickness? Gejala, Penyebab, dan Cara Mencegahnya
Share your love
Pendaki Wajib Tahu! Ini Bahaya yang Diam-Diam Mengintai di Ketinggian
Bayangkan kamu sedang mendaki Gunung Lawu. Langit biru cerah, udara sejuk, dan semangat petualangan membuncah. Tapi di tengah perjalanan, tiba-tiba kepala terasa berat, tubuh lemas, mual, bahkan sulit bernapas. Jangan anggap remeh bisa jadi itu bukan sekadar kelelahan biasa. Itu bisa jadi tanda Altitude Sickness alias penyakit ketinggian. Meski sering diabaikan, kondisi ini bisa berbahaya kalau tidak ditangani dengan tepat.
Lalu, sebenarnya apa itu altitude sickness? Yuk, kita bahas secara lengkap, mulai dari gejala, penyebab, cara pencegahan, hingga tips praktis buat kamu yang hobi naik gunung!
Apa Itu Altitude Sickness?
Altitude sickness, atau dalam bahasa Indonesia disebut “penyakit ketinggian”, adalah kondisi tubuh yang mengalami gangguan karena berada di lingkungan dengan kadar oksigen rendah, biasanya di atas ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Apa yang Terjadi Saat Kamu Terkena Altitude Sickness?
Saat naik ke ketinggian, tekanan udara dan kadar oksigen menurun. Tubuh butuh waktu untuk beradaptasi. Tapi kalau naik terlalu cepat, tubuh bisa “kaget” dan mulai menunjukkan reaksi negatif. Itulah yang disebut altitude sickness.
Gejalanya bisa ringan, tapi juga bisa berat dan membahayakan nyawa jika tidak ditangani dengan serius.
Gejala Altitude Sickness
Gejala Ringan (Acute Mountain Sickness – AMS)
- Sakit kepala (gejala paling umum)
- Mual dan muntah
- Kehilangan nafsu makan
- Kelelahan berlebihan
- Sulit tidur (insomnia)
- Pusing
- Napas terasa pendek saat istirahat
Biasanya muncul dalam 6-24 jam setelah sampai di ketinggian tertentu.
Gejala Berat (HAPE dan HACE)
Jika dibiarkan, AMS bisa berkembang menjadi:
HAPE (High Altitude Pulmonary Edema) – Penumpukan cairan di paru-paru
- Batuk berdahak berbusa
- Sesak napas parah
- Napas cepat dan tidak teratur
- Dada terasa sesak
- Kelelahan ekstrem
HACE (High Altitude Cerebral Edema) – Pembengkakan otak
- Kebingungan
- Halusinasi
- Gangguan keseimbangan
- Kehilangan kesadaran
- Kemungkinan koma
Kondisi ini darurat medis dan bisa berakibat fatal jika tidak segera diturunkan ke ketinggian lebih rendah.
Penyebab Altitude Sickness
Pendakian Terlalu Cepat
Tubuh butuh waktu untuk aklimatisasi alias menyesuaikan diri. Mendaki terlalu cepat tanpa waktu adaptasi meningkatkan risiko AMS.
Kurang Minum dan Kelelahan
Dehidrasi dan tubuh yang terlalu lelah membuat metabolisme melambat dan memperburuk gejala altitude sickness.
Faktor Genetik dan Medis
Beberapa orang memang lebih sensitif terhadap perubahan tekanan udara dan oksigen. Faktor usia, penyakit jantung, anemia, atau riwayat gangguan pernapasan juga bisa memicu risiko.
Cara Mencegah Altitude Sickness
Tips Praktis Mencegah Penyakit Ketinggian
1. Aklimatisasi Secara Bertahap
- Naik perlahan, idealnya hanya naik 300-500 meter per hari setelah 2.500 mdpl.
- Tambahkan hari istirahat setiap 3-4 hari pendakian.
2. Hidrasi Cukup
- Minum air putih minimal 3-4 liter per hari saat mendaki.
- Hindari alkohol dan kafein yang bisa mempercepat dehidrasi.
3. Perhatikan Pola Makan
- Konsumsi makanan tinggi karbohidrat agar tubuh tetap punya energi.
- Hindari makanan berat dan berlemak.
4. Istirahat yang Cukup
- Jangan terlalu memaksakan diri. Dengarkan tubuhmu.
- Tidur cukup dan hindari aktivitas berat saat adaptasi.
5. Bawa Obat Jika Perlu
- Obat seperti acetazolamide (Diamox) bisa membantu mencegah AMS. Konsultasikan dulu ke dokter ya!
Checklist Persiapan Pendaki: Hindari Altitude Sickness
- Latihan fisik sebelum pendakian
- Rencana aklimatisasi yang matang
- Bawa logistik cukup (air, makanan, obat-obatan)
- Monitor gejala di tiap pos/ketinggian
- Jangan malu bilang “lelah” – istirahat itu penting!
- Siapkan alternatif jalur turun darurat
FAQ: Pertanyaan Umum Seputar Altitude Sickness
1. Apakah semua orang bisa kena altitude sickness?
Ya. Bahkan pendaki berpengalaman bisa terkena jika mendaki terlalu cepat atau kurang istirahat.
2. Gunung Lawu termasuk rawan altitude sickness?
Gunung Lawu punya puncak setinggi 3.265 mdpl, jadi termasuk area berisiko ringan hingga sedang. Tapi kalau kamu naik dari basecamp Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu tanpa aklimatisasi, tetap bisa kena AMS.
3. Apakah masker oksigen bisa membantu?
Bisa untuk bantuan darurat. Tapi solusi utama tetap: segera turun ke ketinggian yang lebih rendah.
4. Apakah altitude sickness bisa dicegah 100%?
Tidak selalu. Tapi dengan persiapan matang, risiko bisa ditekan sangat rendah.
Kesimpulan: Waspada Tanpa Panik
Altitude sickness bukan mitos. Ini nyata, dan bisa terjadi di pendakian mana pun termasuk di Gunung Lawu. Tapi bukan berarti kamu harus takut naik gunung. Kuncinya adalah paham cara kerja tubuh, mengenali gejalanya, dan tahu cara mencegahnya.
Kalau kamu pendaki pemula atau ingin naik gunung tanpa khawatir, bergabunglah bersama Jalak Lawu Backpacker. Tim kami berpengalaman, tahu jalur terbaik, dan selalu memprioritaskan keselamatan dan kenyamanan setiap pendaki.
Yuk, Lanjutkan Petualanganmu!
Ingin tahu lebih banyak soal tips mendaki aman, jalur pendakian Gunung Lawu, dan cerita pendaki lainnya? Baca juga artikel-artikel berikut:
- Mengapa Gunung Lawu Disebut Gunung Spiritual?
- Dampak Pendakian Massal terhadap Ekosistem Gunung Lawu
- Panduan Mendaki Gunung Lawu Saat Libur Panjang: Hindari Macet dan Overcrowded
Atau langsung pesan paket pendakian Gunung Lawu bersama kami. Aman, nyaman, dan penuh pengalaman tak terlupakan.
AltitudeSickness #PenyakitKetinggian #GunungLawu #TipsPendaki #JalakLawuBackpacker #PendakiCerdas #PendakianAman #MendakiTanpaTakut