Breaking News

Popular News

Enter your email address below and subscribe to our newsletter

Apakah Mendaki Gunung Termasuk Wisata Berkelanjutan? Simak Jawaban Lengkapnya di Sini!

Share your love

Apakah Mendaki Gunung Termasuk Wisata Berkelanjutan? Simak Jawaban Lengkapnya di Sini!

Mendaki Gunung, Sekadar Hobi atau Bentuk Peduli Lingkungan?

Setiap akhir pekan atau musim liburan, jalur-jalur pendakian seperti Gunung Lawu, Arjuno, atau Semeru tak pernah sepi dari para pendaki. Ada yang datang untuk mengejar sunrise di puncak, menenangkan diri di tengah alam, atau sekadar melepas penat dari hiruk-pikuk kota. Tapi di balik semangat petualangan itu, pernah nggak sih kamu berpikir: apakah aktivitas mendaki gunung bisa disebut wisata berkelanjutan?

Pertanyaan ini makin penting di tengah meningkatnya tren ecotourism dan kesadaran akan dampak pariwisata terhadap lingkungan. Kita sudah sering dengar soal wisata ramah lingkungan, zero waste traveling, sampai green tourism. Tapi bagaimana dengan aktivitas naik gunung yang sering kali menimbulkan jejak sampah, kerusakan jalur, atau bahkan konflik dengan ekosistem?

Nah, dalam artikel ini kita akan membedah dari berbagai sisi: apakah mendaki gunung termasuk wisata berkelanjutan, bagaimana prinsipnya diterapkan di lapangan, serta apa yang bisa kamu lakukan agar setiap langkah di gunung jadi kontribusi, bukan kerusakan.


Mendaki Gunung sebagai Bagian dari Wisata Berkelanjutan Gunung

Sebelum kita menghakimi apakah mendaki itu merusak atau menyelamatkan, kita harus paham dulu apa sih yang dimaksud wisata berkelanjutan gunung?


Definisi Wisata Berkelanjutan

Menurut UNWTO (United Nations World Tourism Organization), wisata berkelanjutan adalah bentuk pariwisata yang mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan sekarang serta masa depan, memenuhi kebutuhan wisatawan, industri, lingkungan, dan komunitas lokal.

Jadi, wisata berkelanjutan itu:

  • Tidak merusak lingkungan
  • Memberi manfaat ekonomi ke masyarakat sekitar
  • Meningkatkan kesejahteraan dan pelestarian budaya lokal

Lalu, Di Mana Posisi Aktivitas Mendaki Gunung?

Mendaki gunung bisa masuk dalam kategori wisata berkelanjutan gunung, asal memenuhi beberapa syarat:

  • Minim jejak ekologis (zero/low waste)
  • Tidak merusak jalur alami atau habitat
  • Membantu perekonomian lokal seperti porter, guide, dan warung basecamp
  • Menghargai adat dan aturan lokal di gunung

Jadi, jawabannya: YA, mendaki gunung bisa menjadi bagian dari wisata berkelanjutan, tapi sangat tergantung pada cara kita melakukannya.


Aspek-Aspek Wisata Berkelanjutan Gunung dalam Kegiatan Pendakian

Aspek Lingkungan: Apakah Pendaki Merusak atau Melestarikan Alam?

Fakta di lapangan menunjukkan dua sisi:

  • Di satu sisi, banyak pendaki yang peduli lingkungan: bawa turun sampah sendiri, ikut aksi bersih gunung, bahkan edukasi soal konservasi.
  • Tapi di sisi lain, masih ada juga yang buang sampah sembarangan, coret-coret batu, bahkan bakar-bakar sampah plastik di jalur.

Solusi:

  • Edukasi rutin dari pengelola jalur dan komunitas pendaki.
  • Sanksi tegas bagi pelanggar (misal: blacklist).
  • Kampanye “Leave No Trace” secara masif dan kreatif.

Aspek Sosial: Dampak ke Masyarakat Lokal

Jika dikelola dengan benar, aktivitas mendaki bisa:

  • Membuka lapangan kerja baru (porter, guide, tukang ojek, warung, homestay).
  • Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya konservasi alam.
  • Memperkuat identitas lokal lewat cerita-cerita gunung yang sarat budaya.

Contoh Positif:

  • Jalur Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu (Gunung Lawu) memberdayakan warga sekitar dalam pengelolaan basecamp.
  • Homestay di jalur Gunung Prau dan Andong dikelola langsung oleh masyarakat desa.

Aspek Ekonomi: Siapa yang Diuntungkan dari Aktivitas Mendaki?

Mendaki gunung yang dikelola sebagai wisata berkelanjutan gunung bisa:

  • Menjadi pemasukan ekonomi jangka panjang bagi desa sekitar.
  • Mengurangi ketergantungan warga pada perambahan hutan atau perburuan liar.
  • Menciptakan ekosistem ekonomi baru: warung pendaki, rental peralatan, jasa transportasi, hingga eko-guide bersertifikat.

Tantangan Mewujudkan Wisata Berkelanjutan Gunung

Overkapasitas dan Overcrowding

Banyak gunung di Indonesia “diserbu” ribuan pendaki dalam satu waktu, terutama musim liburan. Hal ini bisa merusak vegetasi, membuat jalur erosi, dan menambah volume sampah.

Solusi:

  • Sistem kuota pendaki seperti di Semeru.
  • Penjadwalan gelombang pendakian.
  • Diversifikasi destinasi (promosi gunung alternatif).

Edukasi yang Belum Merata

Banyak pendaki baru tidak tahu aturan dasar pendakian dan konservasi. Akibatnya, mereka tanpa sadar melakukan tindakan yang merusak.

Solusi:

  • Sertifikasi pendaki pemula (via online training singkat).
  • Kolaborasi basecamp dengan komunitas untuk edukasi pre-hiking.

Infrastruktur Minim

Beberapa jalur pendakian masih belum punya fasilitas toilet kompos, pos jaga, atau sistem pengelolaan sampah.

Solusi:

  • Dana CSR dari brand outdoor untuk dukung fasilitas hijau.
  • Partisipasi pendaki dalam pembangunan (volunteer/kontribusi donasi).

Tips Praktis Agar Mendaki Termasuk Wisata Berkelanjutan Gunung

🔹 Gunakan ulang perlengkapan: botol, nesting, jas hujan, dll.
🔹 Jangan bawa plastik sekali pakai (gunakan dry bag & ziplock).
🔹 Bawa turun semua sampah, termasuk tisu basah & puntung rokok.
🔹 Hindari bakar sampah atau masak dengan api besar.
🔹 Beli logistik di warung lokal (bukan minimarket kota).
🔹 Patuhi aturan basecamp, jangan menerobos jalur ilegal.
🔹 Ajak teman mendaki sambil edukasi prinsip LNT (Leave No Trace).
🔹 Ikut event bersih gunung atau reboisasi pasca pendakian.


FAQ – Wisata Berkelanjutan Gunung

Q: Apakah semua pendakian bisa disebut wisata berkelanjutan?
A: Tidak selalu. Hanya pendakian yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi lokal dengan baik yang bisa masuk kategori ini.

Q: Bagaimana cara tahu apakah sebuah jalur dikelola secara berkelanjutan?
A: Cek apakah ada sistem pencatatan, edukasi, kuota pendaki, fasilitas pengelolaan sampah, dan pelibatan masyarakat sekitar.

Q: Apakah mendaki gunung tanpa guide termasuk tidak berkelanjutan?
A: Tidak juga. Tapi mendaki dengan guide lokal akan lebih berkontribusi pada ekonomi lokal dan pengawasan jalur.

Q: Apakah Jalak Lawu Backpacker menerapkan prinsip wisata berkelanjutan gunung?
A: Ya! Kami mendukung edukasi, membatasi kuota peserta, bekerja sama dengan warga lokal, dan selalu menerapkan prinsip Leave No Trace.


Yuk Jadi Pendaki Berkelanjutan Bareng Jalak Lawu!

Kalau kamu setuju bahwa mendaki gunung harus memberi manfaat, bukan malah merusak, maka saatnya gabung bersama Jalak Lawu Backpacker. Kami hadir bukan cuma sebagai penyedia jasa pendakian, tapi juga komunitas yang mendukung wisata berkelanjutan gunung.

Kami tawarkan:

  • Paket pendakian edukatif
  • Program bersih gunung
  • Pendakian sosial & tanam pohon
  • Trip dengan guide lokal bersertifikat

Hubungi kami via WhatsApp atau Instagram untuk info trip dan program keberlanjutan lainnya.

Kunjungi: jalaklawubackpacker.com


Artikel Terkait:

#WisataBerkelanjutanGunung #LeaveNoTrace #EcoHiking #JalakLawuBackpacker #PendakiHijau #SustainableTravel #GunungUntukMasaDepan

Share your love
Chaddam Mabrur
Chaddam Mabrur
Articles: 84

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


Stay informed and not overwhelmed, subscribe now!