
Legenda dan Sejarah Gunung Lawu yang Belum Banyak Diketahui
Share your love
Legenda dan Sejarah Gunung Lawu yang Belum Banyak Diketahui
Gunung Lawu, dengan ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut, tidak hanya menjadi destinasi favorit para pendaki, tetapi juga menyimpan berbagai kisah legenda dan sejarah yang belum banyak diketahui orang. Terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur, Gunung Lawu dikenal sebagai gunung yang sakral dan penuh misteri, terutama bagi masyarakat Jawa.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas tentang legenda Gunung Lawu, nilai-nilai sejarahnya, serta bagaimana peran porter lokal seperti yang tergabung dalam Jalak Lawu Backpacker membantu pelestarian budaya serta mendampingi pendaki dalam perjalanan spiritual dan petualangan mereka.
Asal Usul Nama Gunung Lawu
Gunung Lawu dahulu dikenal dengan nama “Wukir Mahendra” atau “Gunung Mahendra”. Nama ini diyakini berasal dari zaman kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Seiring waktu dan perkembangan bahasa, nama Mahendra berganti menjadi Lawu. Konon, “Lawu” berasal dari kata “Lawu-lawu”, yang berarti kabut atau awan, menggambarkan kondisi puncak gunung yang sering diselimuti kabut tebal.
Legenda Prabu Brawijaya V
Salah satu kisah paling populer tentang Gunung Lawu berkaitan dengan Prabu Brawijaya V, raja terakhir dari Majapahit. Menurut legenda, setelah keruntuhan Kerajaan Majapahit, Prabu Brawijaya memilih mengasingkan diri dan bertapa di Gunung Lawu. Ia diyakini moksa (menghilang secara spiritual) di tempat ini dan berubah menjadi makhluk gaib bernama Sunan Lawu.
Banyak masyarakat percaya bahwa Sunan Lawu masih menjaga gunung ini hingga kini. Pendaki yang melewati jalur-jalur seperti Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, dan Candi Cetho sering merasakan aura mistis, terutama saat mendekati puncak Hargo Dalem dan Hargo Dumilah, dua titik penting yang dipercaya sebagai tempat bertapanya Prabu Brawijaya.
Situs-Situs Peninggalan Sejarah

Gunung Lawu bukan hanya tentang alam dan pendakian, tetapi juga tentang situs-situs sejarah yang kaya nilai budaya:
- Candi Cetho: Terletak di lereng barat, candi ini merupakan peninggalan Hindu dari abad ke-15 dan menjadi salah satu titik awal jalur pendakian. Candi ini memiliki struktur khas Majapahit dengan unsur-unsur mistis yang masih digunakan untuk ritual spiritual.
- Candi Sukuh: Tidak jauh dari Candi Cetho, candi ini dikenal dengan bentuknya yang mirip piramida dan relief yang menggambarkan ajaran kesuburan dan reinkarnasi.
- Petilasan Hargo Dalem: Di dekat puncak Gunung Lawu, lokasi ini dianggap suci oleh sebagian masyarakat. Banyak orang datang untuk berziarah atau melakukan meditasi.
Kepercayaan dan Tradisi Lokal
Warga sekitar percaya bahwa Gunung Lawu adalah tempat bersemayamnya para leluhur. Tak heran jika masih banyak ritual adat dilakukan di gunung ini, seperti larung sesaji, tirakat, dan malam 1 Suro.
Para porter dan pemandu lokal, khususnya dari komunitas seperti Jalak Lawu Backpacker, turut menjaga agar para pendaki tidak melanggar norma-norma adat selama perjalanan. Mereka biasanya memberi pengarahan mengenai pantangan, seperti tidak berbicara kasar, menjaga kebersihan, dan tidak mengambil apapun dari gunung.
Jalur Pendakian dan Nilai Historisnya
Gunung Lawu memiliki beberapa jalur pendakian populer, masing-masing dengan cerita unik:
- Jalur Cemoro Sewu (Magetan): Jalur terpendek dan cukup terjal, tetapi pemandangannya sangat indah. Cocok untuk pendaki yang ingin fokus ke tantangan fisik.
- Jalur Cemoro Kandang (Karanganyar): Jalur lebih landai dan memiliki pemandangan hutan yang rimbun. Banyak digunakan oleh pendaki yang juga ingin melakukan ritual spiritual.
- Jalur Candi Cetho: Melewati situs-situs sejarah dan dianggap sebagai jalur spiritual paling kental. Banyak digunakan oleh peziarah.
Para porter seperti dari Jalak Lawu Backpacker memainkan peran penting di jalur-jalur ini. Mereka tidak hanya membawa logistik, tapi juga menjadi penjaga nilai-nilai budaya dan spiritual sepanjang perjalanan.
Porter Lokal: Penjaga Tradisi dan Alam
Profesi porter di Gunung Lawu tidak hanya soal tenaga, tapi juga pengetahuan lokal yang mereka warisi secara turun-temurun. Mereka tahu kapan kabut datang, arah angin, lokasi mata air, hingga pantangan budaya.
Dengan memilih menggunakan jasa porter seperti dari Jalak Lawu Backpacker, pendaki tidak hanya mendapat bantuan teknis, tapi juga mendapat panduan budaya dan spiritual yang memperkaya pengalaman mendaki.
Jalak Lawu Backpacker
Komunitas porter profesional yang berbasis di Cemoro Sewu ini terkenal ramah, terlatih, dan berkomitmen pada pelestarian Gunung Lawu. Mereka sering mendapat pujian dari pendaki karena pelayanan yang ramah, disiplin, dan penuh rasa hormat terhadap gunung dan adat istiadatnya.
📷 Instagram: [@jalaklawubackpacker]
Menjaga Warisan Bersama
Legenda dan sejarah Gunung Lawu adalah warisan berharga yang tidak bisa dipisahkan dari keindahan alamnya. Setiap jalur pendakian adalah lorong waktu yang membawa kita pada masa kejayaan Majapahit, spiritualitas Jawa, dan kekayaan budaya lokal.
Sebagai pendaki, kita punya tanggung jawab untuk tidak hanya mencapai puncak, tapi juga menjaga nilai-nilai luhur yang hidup di gunung ini. Menggunakan jasa porter lokal adalah salah satu cara untuk menghormati dan merawat kearifan lokal yang ada.
Penutup
Gunung Lawu bukan hanya gunung biasa. Ia adalah penjaga kisah-kisah masa lalu, tempat bertemunya alam dan spiritualitas, serta rumah bagi komunitas lokal yang menjaga tradisi dengan sepenuh hati. Melalui jasa porter Gunung Lawu, khususnya dari Jalak Lawu Backpacker, kamu bisa mendaki dengan lebih bijak, nyaman, dan penuh makna.
Jadi, saat kamu memutuskan mendaki Lawu, ingatlah bahwa setiap langkahmu menapak di jalur adalah bagian dari sejarah panjang yang layak dihormati dan dijaga.