Breaking News

Enter your email address below and subscribe to our newsletter
Setiap akhir pekan atau musim liburan, jalur-jalur pendakian seperti Gunung Lawu, Arjuno, atau Semeru tak pernah sepi dari para pendaki. Ada yang datang untuk mengejar sunrise di puncak, menenangkan diri di tengah alam, atau sekadar melepas penat dari hiruk-pikuk kota. Tapi di balik semangat petualangan itu, pernah nggak sih kamu berpikir: apakah aktivitas mendaki gunung bisa disebut wisata berkelanjutan?
Pertanyaan ini makin penting di tengah meningkatnya tren ecotourism dan kesadaran akan dampak pariwisata terhadap lingkungan. Kita sudah sering dengar soal wisata ramah lingkungan, zero waste traveling, sampai green tourism. Tapi bagaimana dengan aktivitas naik gunung yang sering kali menimbulkan jejak sampah, kerusakan jalur, atau bahkan konflik dengan ekosistem?
Nah, dalam artikel ini kita akan membedah dari berbagai sisi: apakah mendaki gunung termasuk wisata berkelanjutan, bagaimana prinsipnya diterapkan di lapangan, serta apa yang bisa kamu lakukan agar setiap langkah di gunung jadi kontribusi, bukan kerusakan.
Sebelum kita menghakimi apakah mendaki itu merusak atau menyelamatkan, kita harus paham dulu apa sih yang dimaksud wisata berkelanjutan gunung?
Menurut UNWTO (United Nations World Tourism Organization), wisata berkelanjutan adalah bentuk pariwisata yang mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan sekarang serta masa depan, memenuhi kebutuhan wisatawan, industri, lingkungan, dan komunitas lokal.
Jadi, wisata berkelanjutan itu:
Mendaki gunung bisa masuk dalam kategori wisata berkelanjutan gunung, asal memenuhi beberapa syarat:
Jadi, jawabannya: YA, mendaki gunung bisa menjadi bagian dari wisata berkelanjutan, tapi sangat tergantung pada cara kita melakukannya.
Fakta di lapangan menunjukkan dua sisi:
Solusi:
Jika dikelola dengan benar, aktivitas mendaki bisa:
Contoh Positif:
Mendaki gunung yang dikelola sebagai wisata berkelanjutan gunung bisa:
Banyak gunung di Indonesia “diserbu” ribuan pendaki dalam satu waktu, terutama musim liburan. Hal ini bisa merusak vegetasi, membuat jalur erosi, dan menambah volume sampah.
Solusi:
Banyak pendaki baru tidak tahu aturan dasar pendakian dan konservasi. Akibatnya, mereka tanpa sadar melakukan tindakan yang merusak.
Solusi:
Beberapa jalur pendakian masih belum punya fasilitas toilet kompos, pos jaga, atau sistem pengelolaan sampah.
Solusi:
🔹 Gunakan ulang perlengkapan: botol, nesting, jas hujan, dll.
🔹 Jangan bawa plastik sekali pakai (gunakan dry bag & ziplock).
🔹 Bawa turun semua sampah, termasuk tisu basah & puntung rokok.
🔹 Hindari bakar sampah atau masak dengan api besar.
🔹 Beli logistik di warung lokal (bukan minimarket kota).
🔹 Patuhi aturan basecamp, jangan menerobos jalur ilegal.
🔹 Ajak teman mendaki sambil edukasi prinsip LNT (Leave No Trace).
🔹 Ikut event bersih gunung atau reboisasi pasca pendakian.
Q: Apakah semua pendakian bisa disebut wisata berkelanjutan?
A: Tidak selalu. Hanya pendakian yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi lokal dengan baik yang bisa masuk kategori ini.
Q: Bagaimana cara tahu apakah sebuah jalur dikelola secara berkelanjutan?
A: Cek apakah ada sistem pencatatan, edukasi, kuota pendaki, fasilitas pengelolaan sampah, dan pelibatan masyarakat sekitar.
Q: Apakah mendaki gunung tanpa guide termasuk tidak berkelanjutan?
A: Tidak juga. Tapi mendaki dengan guide lokal akan lebih berkontribusi pada ekonomi lokal dan pengawasan jalur.
Q: Apakah Jalak Lawu Backpacker menerapkan prinsip wisata berkelanjutan gunung?
A: Ya! Kami mendukung edukasi, membatasi kuota peserta, bekerja sama dengan warga lokal, dan selalu menerapkan prinsip Leave No Trace.
Kalau kamu setuju bahwa mendaki gunung harus memberi manfaat, bukan malah merusak, maka saatnya gabung bersama Jalak Lawu Backpacker. Kami hadir bukan cuma sebagai penyedia jasa pendakian, tapi juga komunitas yang mendukung wisata berkelanjutan gunung.
Kami tawarkan:
Hubungi kami via WhatsApp atau Instagram untuk info trip dan program keberlanjutan lainnya.
Kunjungi: jalaklawubackpacker.com
#WisataBerkelanjutanGunung #LeaveNoTrace #EcoHiking #JalakLawuBackpacker #PendakiHijau #SustainableTravel #GunungUntukMasaDepan