Breaking News

Enter your email address below and subscribe to our newsletter
Gunung Lawu bukan hanya tempat favorit para pendaki, tapi juga rumah bagi ratusan spesies flora dan fauna yang hidup berdampingan dalam keseimbangan alam. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, meningkatnya popularitas Gunung Lawu sebagai destinasi wisata dan tren “naik gunung rame-rame” berdampak signifikan terhadap kondisi lingkungannya. Artikel ini akan membahas secara mendalam dampak pendakian massal terhadap ekosistem Gunung Lawu.
Gunung Lawu adalah kawasan hutan pegunungan dengan ekosistem yang unik. Dari hutan montana, padang rumput, hingga kawasan puncak yang gersang, semuanya punya fungsi ekologis penting. Sayangnya, pendakian massal yang tidak terkendali seringkali membawa dampak negatif yang jarang disadari oleh para pendaki.
Setiap akhir tahun, hari libur nasional, dan akhir pekan panjang, Gunung Lawu selalu dipadati oleh ribuan pendaki. Meskipun ini baik untuk sektor ekonomi lokal, lonjakan pengunjung berdampak langsung pada tekanan lingkungan.
Salah satu dampak paling nyata dari pendakian massal adalah sampah plastik yang tertinggal di jalur dan camp area. Botol air mineral, bungkus makanan, plastik mi instan, hingga sisa perlengkapan mendaki semuanya merusak pemandangan dan membahayakan satwa liar.
Gunung bukan tempat konser. Sayangnya, banyak pendaki membawa speaker, karaoke portabel, atau membuat keributan di malam hari.
Edelweiss (Anaphalis javanica), tanaman khas gunung, seringkali dipetik secara ilegal untuk oleh-oleh. Belum lagi pohon-pohon yang dilukai untuk menggantung hammock atau diukir nama.
Musim kemarau ditambah kelalaian pendaki = bom waktu kebakaran hutan. Api unggun yang tidak dipadamkan dengan benar, puntung rokok, atau kompor gas bocor bisa memicu bencana ekologis besar.
Mencintai alam bukan hanya dengan mengaguminya, tapi juga menjaganya. Berikut beberapa tips agar kamu bisa mendaki tanpa merusak:
Tidak. Tapi harus diatur dan dikontrol. Beberapa basecamp menerapkan kuota harian untuk menjaga kapasitas lingkungan.
Karena jalur resmi sudah dirancang untuk meminimalkan dampak terhadap ekosistem. Jalur liar justru membuka kerusakan baru.
Ya, terutama saat musim kemarau. Beberapa insiden kebakaran di masa lalu terjadi akibat kelalaian pendaki.
Dampak pendakian massal terhadap ekosistem Gunung Lawu bukan isapan jempol. Tapi bukan berarti kita tidak boleh mendaki. Kita hanya perlu lebih sadar, lebih peduli, dan lebih bijak.
Gunung Lawu bukan hanya untuk dinikmati generasi kita, tapi juga untuk anak cucu. Jadi, yuk jadi pendaki yang meninggalkan jejak baik, bukan jejak sampah atau kerusakan!
Gabung bersama Jalak Lawu Backpacker! Kami menyediakan:
Klik di sini untuk cek jadwal trip terbaru atau baca artikel kami lainnya: