Breaking News

Enter your email address below and subscribe to our newsletter
Di balik megahnya Gunung Lawu, di antara kabut tebal dan semilir angin pegunungan, ada sosok-sosok tangguh yang kerap luput dari sorotan. Mereka bukan pendaki dengan perlengkapan canggih atau penjelajah alam yang viral di media sosial. Mereka adalah para porter Gunung Lawu—pahlawan senyap yang membawa beban berat di punggungnya, demi membantu para pendaki mencapai puncak.
Kisah mereka adalah kisah tentang perjuangan, ketulusan, dan cinta terhadap alam. Mereka bukan hanya pengangkut logistik, tetapi juga penjaga hutan, pemandu jalan, bahkan motivator dalam diam. Kali ini, kami ingin mengajakmu menyelami sisi lain dari dunia pendakian melalui cerita kehidupan para porter Lawu, khususnya dari komunitas Jalak Lawu Backpacker, yang telah menjadikan profesi ini sebagai jalan hidup dan sumber inspirasi.
Sebut saja namanya Pak Sojo, pria paruh baya asal Dusun Ngancar, tak jauh dari basecamp Cemoro Sewu, Magetan. Sudah lebih dari 15 tahun ia menjadi porter. Mulanya hanya membantu-bantu pendaki yang tersesat atau kehabisan logistik. Lama-kelamaan, ia mulai diminta mendampingi dan membawakan barang pendaki.
“Awalnya saya nggak tahu ini bisa jadi pekerjaan tetap,” ujarnya sambil tersenyum. “Cuma bantu-bantu karena tahu jalur. Tapi lama-lama banyak yang minta ditemani.”
Kini, Pak Sojo bisa mendaki dua hingga tiga kali seminggu saat musim ramai. Dalam sehari, ia bisa membawa beban 20–30 kg, naik-turun Lawu tanpa mengeluh. “Saya sudah anggap gunung ini rumah,” katanya. “Saya nggak pernah merasa capek kalau di hutan.”
Menjadi porter bukan cuma soal fisik. Diperlukan pengetahuan medan, pemahaman tentang kondisi cuaca, dan kemampuan membaca situasi. Tak jarang, porter harus mengambil keputusan penting saat kondisi darurat, seperti hujan lebat, badai, atau pendaki kelelahan.
Mbak kiky, salah satu porter perempuan dari Jalak Lawu Backpacker, membuktikan bahwa profesi ini juga bisa dilakukan oleh perempuan. Ia mulai mendampingi pendaki sejak 2020 dan kini dikenal sebagai pemandu tangguh.
“Awalnya orang ragu, tapi setelah lihat saya bisa bawa beban dan tetap ceria, mereka percaya,” katanya. “Saya bawa logistik, tenda, bahkan kadang masak buat tamu.”
Keberadaan porter seperti Mbak kiky menumbuhkan semangat baru bagi generasi muda desa sekitar. Bahwa menjadi bagian dari dunia pendakian tak selalu harus jadi pendaki; menjadi pemandu dan penjaga gunung juga mulia.
Bersama komunitas Jalak Lawu Backpacker, para porter Gunung Lawu tidak hanya menjalankan tugas secara komersial. Mereka juga aktif dalam aksi pelestarian lingkungan. Tiap pendakian, mereka selalu membawa kantong sampah, mengingatkan pendaki untuk tidak buang sampah sembarangan, serta ikut dalam aksi bersih gunung.
“Gunung ini sumber kehidupan kami,” ucap Mas Faris, koordinator Jalak Lawu Backpacker. “Kalau rusak, kami juga yang rugi. Jadi, kami ajarkan ke teman-teman porter agar jadi contoh. Bukan cuma kuat, tapi juga punya hati.”
Komunitas ini juga aktif mengedukasi pendaki tentang etika pendakian, seperti tidak merusak tanaman, menjaga sopan santun di area petilasan, dan menghormati warga lokal. Hal ini menjadikan mereka bukan hanya porter, tetapi juga duta budaya dan pelindung alam.
Meski banyak kisah manis, kehidupan porter juga penuh tantangan. Upah yang kadang tidak tetap, risiko cedera, hingga kondisi cuaca ekstrem sering kali menjadi teman setia mereka.
Banyak dari mereka masih harus berjalan kaki pulang ke desa meskipun fisik sudah lelah. Tak jarang pula mereka mengalami cedera lutut, punggung, atau terpeleset karena jalur licin.
Namun semangat mereka tak padam. Sebab, di balik setiap langkah, mereka membawa harapan: anak yang butuh biaya sekolah, orang tua yang harus dirawat, atau sekadar keinginan untuk hidup mandiri.
“Capek iya, tapi saya bangga. Saya kerja halal, bisa bantu orang, dan tetap dekat dengan alam,” ujar Mas Hadi, porter muda dari Jalak Lawu.
Pendakian bukan hanya urusan petualangan. Ini adalah rantai ekonomi yang menghidupi banyak warga lokal: dari pemilik warung di basecamp, penyedia alat sewa, sampai porter dan pemandu.
Dengan meningkatnya kesadaran pendaki untuk menggunakan jasa lokal, perekonomian desa-desa di sekitar Gunung Lawu perlahan tumbuh. Para pemuda yang dulu merantau ke kota kini mulai kembali, melihat potensi dari profesi porter dan guide.
“Dulu saya kerja di pabrik di Sidoarjo. Sekarang saya pulang kampung dan kerja di gunung. Lebih sehat, lebih tenang, dan tetap bisa cari rejeki,” kata Mas Sodiq, salah satu anggota Jalak Lawu Backpacker.
Jalak Lawu Backpacker bukan sekadar komunitas pendaki. Mereka adalah rumah bagi para porter dan guide lokal yang bekerja dengan semangat, etika, dan dedikasi tinggi.
Jalak Lawu menawarkan berbagai layanan seperti:
Dengan menggunakan jasa mereka, kamu tak hanya mendapat kenyamanan dan keamanan, tapi juga turut mendukung kehidupan para pejuang gunung yang jarang disorot.
Di dunia pendakian, kisah para porter sering kali hanya jadi latar belakang. Padahal merekalah fondasi dari banyak kisah sukses para pendaki. Mereka berjalan lebih dulu, membawa beban lebih berat, namun tetap tersenyum di garis akhir.
Mari kita mulai lebih menghargai mereka. Bukan hanya dengan upah layak, tapi juga dengan penghormatan, pengakuan, dan pilihan bijak: gunakan jasa porter lokal saat mendaki.
🎒 Jika kamu berencana mendaki Gunung Lawu terutama lewat jalur Cemoro Sewu percayakan perjalananmu pada Jalak Lawu Backpacker.
Karena mereka bukan hanya porter. Mereka adalah penjaga tradisi, pelindung alam, dan penggerak ekonomi desa. Dan di setiap langkah kaki mereka, ada kisah inspiratif yang layak kita dengar.