Breaking News



Enter your email address below and subscribe to our newsletter
Siapa yang bertanggung jawab atas sampah di Gunung Lawu? Di mana tumpukan sampah paling sering ditemukan? Kapan puncaknya volume sampah meningkat? Mengapa sampah masih menjadi masalah kronis? Apa dampaknya bagi lingkungan dan wisata? Dan bagaimana solusi nyatanya? Semua pertanyaan itu jadi pembuka yang penting untuk memahami masalah klasik yang terus berulang di salah satu gunung favorit di Pulau Jawa ini.
Masalah sampah di Gunung Lawu sudah bukan hal baru. Setiap musim libur panjang dan akhir pekan, ribuan pendaki memadati jalur-jalur seperti Cemoro Sewu, Cemoro Kandang, dan Candi Cetho. Tapi, semakin banyak orang yang datang, semakin besar pula tumpukan sampah yang tertinggal. Padahal, Gunung Lawu adalah kawasan konservasi dan spiritual yang seharusnya dijaga bersama.
Setiap libur nasional, seperti tahun baru dan lebaran, volume sampah bisa naik 2-3 kali lipat. Sampah paling banyak ditemukan di:
Jenis sampah yang paling umum:
Tidak semua basecamp memiliki sistem pengelolaan sampah yang memadai. Beberapa hanya menyediakan kantong sampah tanpa edukasi lanjutan. Banyak pendaki yang belum paham pentingnya prinsip Leave No Trace.
Sumber daya manusia yang dimiliki basecamp dan petugas perhutani terbatas. Petugas hanya bisa melakukan patroli ringan, dan tidak bisa menyisir seluruh jalur secara rutin.
Tumpukan plastik di pinggir jalur membuat pengalaman mendaki jadi kurang menyenangkan. Banyak spot yang awalnya cantik jadi tercemar oleh sampah.
Satwa seperti musang, monyet, hingga burung pemakan biji bisa tergoda oleh sisa makanan dan plastik. Mereka bisa:
Sampah organik dan non-organik yang tidak terurai bisa:
Beberapa basecamp seperti Cemoro Kandang sudah menerapkan sistem pemberian trash bag kepada setiap pendaki. Namun, implementasinya tidak konsisten.
Komunitas seperti Jalak Lawu Backpacker, Mapala, dan relawan lokal sering mengadakan aksi bersih gunung. Tapi kegiatan ini sifatnya sporadis dan belum menjadi kebiasaan kolektif.
Akun-akun pendakian sudah sering mengkampanyekan pentingnya menjaga kebersihan gunung. Sayangnya, sebagian besar hanya berhenti di “like” dan belum mengubah perilaku nyata di lapangan.
Pendaki membayar deposit di awal dan hanya bisa mengambil kembali uang tersebut jika mereka membawa turun sampah masing-masing.
Pengelolaan gunung bukan hanya tanggung jawab pengelola basecamp. Perlu kolaborasi dengan:
Sebelum pendaki naik, wajib mengikuti briefing singkat yang menjelaskan:
Tidak. Membakar sampah, terutama plastik, mencemari udara dan bisa memicu kebakaran hutan.
Belum semua basecamp menerapkan ini. Tapi ke depannya sistem ini bisa diterapkan secara luas untuk mendorong kesadaran.
Tegur secara sopan atau laporkan ke petugas basecamp. Bisa juga didokumentasikan sebagai edukasi.
Bisa banget! Komunitas seperti Jalak Lawu Backpacker sering membuka open trip bertema “Clean Up Hike”.
Mengelola sampah di Gunung Lawu bukan tanggung jawab satu pihak saja. Ini tugas kita semua—pendaki, basecamp, pemerintah, dan komunitas. Jangan tunggu hingga gunung kehilangan keindahannya.
Kita bisa mulai dari langkah kecil: bawa turun sampah sendiri. Sederhana, tapi punya dampak besar. Karena sejatinya, mendaki bukan hanya soal mencapai puncak, tapi juga soal menjaga jejak.
Kami menyediakan:
Klik di sini untuk info trip terbaru atau baca juga artikel lainnya: