Breaking News

Enter your email address below and subscribe to our newsletter
Buat kamu yang suka mendaki gunung tinggi, terutama di atas 3.000 mdpl seperti Gunung Semeru, Rinjani, atau Kerinci, pasti pernah dengar istilah altitude sickness. Kondisi ini bukan cuma bikin perjalanan jadi nggak nyaman, tapi juga bisa berbahaya kalau diabaikan. Artikel ini akan membahas tuntas tentang apa itu altitude sickness gunung, kenapa bisa terjadi, dan yang paling penting: bagaimana cara mencegahnya secara ampuh!
Altitude sickness atau penyakit ketinggian adalah kondisi ketika tubuh tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kadar oksigen rendah, umumnya terjadi saat berada di ketinggian di atas 2.500–3.000 mdpl.
Jenis-jenisnya meliputi:
Kadar oksigen semakin tipis seiring meningkatnya ketinggian. Tubuh perlu waktu untuk menyesuaikan diri, dan jika pendakian dilakukan terlalu cepat tanpa aklimatisasi yang cukup, risiko terkena altitude “sickness” meningkat drastis.
Naik gunung buru-buru tanpa memberi waktu tubuh beradaptasi jadi penyebab paling umum.
Di atas 3.000 mdpl, kandungan oksigen di udara hanya sekitar 60-70% dari kadar normal di permukaan laut.
Kondisi tubuh yang tidak fit, dehidrasi, dan tidur kurang bisa memperbesar risiko.
Meski kamu atlet lari, bukan berarti tubuhmu siap menghadapi ketinggian tanpa adaptasi.
Agar pendakianmu tetap aman dan menyenangkan, ikuti panduan pencegahan berikut ini.
Akklimatisasi adalah proses membiarkan tubuh beradaptasi secara bertahap dengan ketinggian.
✅ Tipsnya:
Dehidrasi memperparah efek altitude sickness. Tapi jangan asal minum.
✅ Tips:
Terlalu semangat di awal bisa bikin kamu tepar sebelum sampai puncak.
✅ Tips:
Ada beberapa obat yang bisa membantu tubuh mengatasi perubahan tekanan udara.
✅ Tips:
Deteksi dini bisa menyelamatkanmu dari risiko yang lebih berat.
✅ Tips:
Turunlah ke ketinggian lebih rendah minimal 500 meter.
Jangan abaikan pusing atau mual, meskipun ringan.
Jika gejala makin berat, jangan lanjut naik!
Checklist | Sudah | Belum |
---|---|---|
Latihan fisik 1–2 minggu sebelum naik? | ✅ | ⬜ |
Cek kondisi kesehatan secara menyeluruh? | ✅ | ⬜ |
Bawa air minum minimal 2 liter/hari? | ✅ | ⬜ |
Siapkan logistik makanan sehat? | ✅ | ⬜ |
Bawa obat atau oksigen darurat? | ✅ | ⬜ |
Sudah tahu rute dan tempat akklimatisasi? | ✅ | ⬜ |
Punya leader atau pemandu berpengalaman? | ✅ | ⬜ |
Q: Apakah semua orang pasti kena altitude sickness di atas 3.000 mdpl?
A: Tidak semua, tapi siapa pun berisiko. Bahkan pendaki berpengalaman pun bisa kena jika tidak melakukan akklimatisasi.
Q: Kalau saya pernah kena altitude sickness, apakah akan selalu kambuh?
A: Tidak selalu, asalkan kamu melakukan persiapan dan akklimatisasi dengan benar.
Q: Lebih baik naik cepat agar cepat turun, atau pelan-pelan tapi lama?
A: Lebih baik pelan-pelan. Naik cepat justru bikin risiko altitude sickness lebih besar.
Q: Bolehkah mendaki saat sedang flu atau kelelahan?
A: Sangat tidak disarankan. Kondisi tubuh yang tidak fit memperbesar risiko.
Q: Apakah oksigen portable bisa membantu?
A: Bisa membantu sementara, tapi solusi utama tetap turun ke ketinggian yang lebih rendah.
Altitude sickness memang bisa mengganggu, tapi dengan persiapan yang matang dan pendampingan yang tepat, kamu bisa menikmati keindahan gunung tinggi tanpa drama.
Yuk, pendakianmu jadi lebih aman dan nyaman bersama Jalak Lawu Backpacker! Kami siap mendampingi mulai dari edukasi, logistik, sampai pemandu berpengalaman untuk semua gunung di atas 3.000 mdpl seperti:
Ingin tahu lebih banyak soal tips mendaki dengan aman, jalur pendakian Gunung Lawu, dan cerita pendaki lainnya? Baca juga artikel-artikel kami sebagai berikut:
#altitudesickness #pendakiangunung #jalaklawubackpacker #gunungindonesia #safetyfirst #mendakigunung #tipsmendaki