Breaking News

Enter your email address below and subscribe to our newsletter
Bayangkan kamu sedang mendaki Gunung Lawu. Langit biru cerah, udara sejuk, dan semangat petualangan membuncah. Tapi di tengah perjalanan, tiba-tiba kepala terasa berat, tubuh lemas, mual, bahkan sulit bernapas. Jangan anggap remeh bisa jadi itu bukan sekadar kelelahan biasa. Itu bisa jadi tanda Altitude Sickness alias penyakit ketinggian. Meski sering diabaikan, kondisi ini bisa berbahaya kalau tidak ditangani dengan tepat.
Lalu, sebenarnya apa itu altitude sickness? Yuk, kita bahas secara lengkap, mulai dari gejala, penyebab, cara pencegahan, hingga tips praktis buat kamu yang hobi naik gunung!
Altitude sickness, atau dalam bahasa Indonesia disebut “penyakit ketinggian”, adalah kondisi tubuh yang mengalami gangguan karena berada di lingkungan dengan kadar oksigen rendah, biasanya di atas ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Saat naik ke ketinggian, tekanan udara dan kadar oksigen menurun. Tubuh butuh waktu untuk beradaptasi. Tapi kalau naik terlalu cepat, tubuh bisa “kaget” dan mulai menunjukkan reaksi negatif. Itulah yang disebut altitude sickness.
Gejalanya bisa ringan, tapi juga bisa berat dan membahayakan nyawa jika tidak ditangani dengan serius.
Biasanya muncul dalam 6-24 jam setelah sampai di ketinggian tertentu.
Jika dibiarkan, AMS bisa berkembang menjadi:
Kondisi ini darurat medis dan bisa berakibat fatal jika tidak segera diturunkan ke ketinggian lebih rendah.
Tubuh butuh waktu untuk aklimatisasi alias menyesuaikan diri. Mendaki terlalu cepat tanpa waktu adaptasi meningkatkan risiko AMS.
Dehidrasi dan tubuh yang terlalu lelah membuat metabolisme melambat dan memperburuk gejala altitude sickness.
Beberapa orang memang lebih sensitif terhadap perubahan tekanan udara dan oksigen. Faktor usia, penyakit jantung, anemia, atau riwayat gangguan pernapasan juga bisa memicu risiko.
Ya. Bahkan pendaki berpengalaman bisa terkena jika mendaki terlalu cepat atau kurang istirahat.
Gunung Lawu punya puncak setinggi 3.265 mdpl, jadi termasuk area berisiko ringan hingga sedang. Tapi kalau kamu naik dari basecamp Cemoro Kandang atau Cemoro Sewu tanpa aklimatisasi, tetap bisa kena AMS.
Bisa untuk bantuan darurat. Tapi solusi utama tetap: segera turun ke ketinggian yang lebih rendah.
Tidak selalu. Tapi dengan persiapan matang, risiko bisa ditekan sangat rendah.
Altitude sickness bukan mitos. Ini nyata, dan bisa terjadi di pendakian mana pun termasuk di Gunung Lawu. Tapi bukan berarti kamu harus takut naik gunung. Kuncinya adalah paham cara kerja tubuh, mengenali gejalanya, dan tahu cara mencegahnya.
Kalau kamu pendaki pemula atau ingin naik gunung tanpa khawatir, bergabunglah bersama Jalak Lawu Backpacker. Tim kami berpengalaman, tahu jalur terbaik, dan selalu memprioritaskan keselamatan dan kenyamanan setiap pendaki.
Ingin tahu lebih banyak soal tips mendaki aman, jalur pendakian Gunung Lawu, dan cerita pendaki lainnya? Baca juga artikel-artikel berikut:
Atau langsung pesan paket pendakian Gunung Lawu bersama kami. Aman, nyaman, dan penuh pengalaman tak terlupakan.
AltitudeSickness #PenyakitKetinggian #GunungLawu #TipsPendaki #JalakLawuBackpacker #PendakiCerdas #PendakianAman #MendakiTanpaTakut